Tuesday 26 February 2013

Aku Benci Tidur !

It’s all said and done, it’s real, and it’s been fun.
Mungkin kebencianku dengan tidur sama halnya ketika Peter Pan benci bahwa dirinya tidak bisa tumbuh dewasa mengikuti Wendy. Bukan selamanya aku takut untuk memejamkan mata. Kadang tidur juga dapat membantuku menghabiskan hari-hari ketika aku tidak bisa bertemu denganmu. Tapi tidak buat akhir-akhir ini. Aku kembali benci tidur. Karena ketika aku berusaha memejamkan mata dan bangun keesokan harinya, aku harus berusaha lagi dari awal melukis hari ini seharian, tanpamu. Aku kembali benci tidur, ketika tanganmu tidak lagi sebagai pengganti bantal ketika kita sedang bersantai dan mengolah cerita-cerita ketika mempunyai hari tanpa bisa bertatap muka. Aku harus berusaha lagi menata hari ini dan menyisipkan sebuah pikiran untuk tidak lagi memainkan peran ketika masih bersamamu. Aku harus berusaha lagi berdiri tanpa ada penyangga, ketika aku harus berusaha membedakan semua yang terlihat abu-abu dan sama saja menjadi ada dan nyata bentuknya. Aku sudah bosan dengan ketakutan bermimpi buruk seperti hari-hari ini. Aku ingin berimajinasi bebas dengan mengarang sebuah narasi mimpi yang terikat oleh nadi satu sama lain. Tapi tidak tanpa kuasa Tuhan, aku meminta-meminta hal yang sudah pernah aku minta sebelumnya. Yang jelas hari-hari ini membuatku membenci tidur. Ini bukan sebuah alur. Ini karangan bebasmu. Aku merasa sudah tersia-siakan sebuah proses perjuangan. Kamu adalah masih satu-satunya alasanku untuk menulis. Tanpa katapun, aku bisa memfrasekan sebuah makna dalam hidup ini ketika dengan hangatnya kamu menggandengku kembali. Jika itu terjadi. Tapi tidak dalam sebuah kenyataan yang penuh dengan tekanan membabi buta seperti ini. Kamu melepaskan apa yang sudah menjadi cita-cita kita bersama, kamu melepaskan hari-hari indah yang sudah kita notasikan bersama. Ya, dan kamu mulai melepaskan keceriaan ketika kita bermain bersama anjing kesayangan kita. Kita adalah serasa. Serasa dalam beda. Aku dan kamu adalah satu ketika semua masih dalam angan semu saja. Nyatanya, aku sudah tidak dalam genggamanmu lagi. Pundak dan dadamu bukan lagi menjadi tempat bersandarku ketika aku sudah mulai terengah-engah ketika berlarian bersama anjing kita. Semua terlalu cepat seperti hentakan badai yang tanpa ampun menerpa sebuah taman bunga di siang yang terik. Semua masih bewarna ketika dengan cepatnya kembali menjadi abu-abu seperti dinginnya musim ini tanpa tawamu. Dan kemudian, aku kembali membenci tidur, sama seperti ketika aku membenci diri sendiri ketika tidak bisa menjaga harimu dari sengatan apa saja yang bisa membuatmu bermuram durjana. Being strong sometimes means being able to let go. 

You just cant live that negative way. You know what i mean  ? Make way for the positive day. Cause it's a new day. 
 Thanks Bob anwy !


Saturday 23 February 2013

Jam Tangan Hitam Pendengar Denyut Nadi

Jam tangan ini bukan jimat. Bukan juga aksesoris kebanggaan. Ini hanya sebagai pengingat waktu ketika aku bersamamu dulu. Karena ketika sudah ada di lingkup nyaman bersamamu, aku selalu lupa waktu. Tapi sekarang setiap detik tidak akan aku biarkan jam tangan ini lepas begitu saja. Bukan karena aku tidak punya jam tangan selain ini. Tapi karena ini jam tangan kesayanganmu yang kamu jaga dari waktu ke waktu dan menyuruhku untuk menjaganya - entah sampai kapan. Setiap hari kemanapun aku pergi, jam tangan ini selalu setia menemani setiap detik denyut nadi ini. Semoga ini cukup sebagai pertanda jika hanya ini benda darimu yang paling dekat denganku. Ini bukan lagi alat pengingat waktu. Ini juga bisa aku alihkan sebagai alat pengingat jika dulu entah dimana saja, setiap celah jari ini selalu terisi jarimu. Ah, sudahlah. Ini hanya sebuah jam. Jam tangan sederhana dengan energi sekuat baja yang sudah sering aku ajak menyelam dan bermain air. Tidak hanya ketika bermain air saja, jam tangan ini selalu aku ajak menikmati setiap udara yang aku hirup dengan semua cerita yang aku jalani dari hari ke hari ketika kamu sudah tidak bisa bercerita lagi denganku. Sudah aku bilang sebelumnya, ketika suatu saat aku menemukan jalan buntu, kadang aku harus memutar otak lagi untuk menemukan jalan keluar. Ah ya, mungkin jalan masuk adalah jalan keluar yang paling aman. Aku akan mengulang setiap detik cerita yang aku lalui denganmu, di setiap tempat yang pernah kita datangi, dulu. Aku akan memperlihatkan ulang ketika dunia ini masih sangat berwarna. Tidak kelabu seperti sekarang. Tidak juga ketika aku dalam keadaan terkapar dan hanya bisa mendengar tetesan-tetesan cairan infus ini jatuh dan rasa nyeri diujung-ujung arteri ketika bekas-bekas tusukan jarum suntik menghiasi beberapa lapis kulit tangan ini. Aku harus melepas jam tangan kesayangan ini untuk beberapa waktu. Rasanya seperti harus dijauhkan olehmu untuk yang kedua kalinya. Aku letakkan jam ini tepat disampingku berbaring sekarang. Biar dia saja yang melihatku dengan denyut nadi yang tidak beraturan menunggumu untuk kembali bercerita walaupun semua harapan sudah digantungkan tinggi-tinggi diatas kepala dan hanya akan menguap jika siang sudah datang. Yah berharap dan bermimpi memang beda tipis. Bahkan aku sudah enggan untuk punya mimpi lagi sekarang. Ketika yah, kamu dan semua orang yang mencela cerita kita mulai mengubah warna duniaku menjadi abu-abu dan usang lagi. 

The Only way that we can life, is if we grow. The oly way that we can grow is if we change. The ony way that we can change is if we learn. The only way we can learn is if we are exposed. And the only way that can become exposed is if we throw ourselves out into the open. Do it. Throw yourself. 
-C. Joybell C-

Thursday 21 February 2013

Kue Merah Yang Tak Pernah Datang

Jangan lagi berharap kue merah yang selalu kamu nikmati dengan lahap akan datang. Walaupun dengan penawaran dan diimpikan sedetikpun. Karena mungkin si empunya sudah tidak ada lagi rasa ingin bertemu dengan orang tidak berdaya sepertimu. Hanya bisa berbaring sendu menatap selang-selang penghubung cairan ke dalam tubuh seharian pasti saja membuat jengah. Jangan lagi berharap akan ada ucapan dan doa lekas sembuh dari sang pemberi kue, ketika dengan enggannya memberi kabar sedikitpun tidak dia berikan. Kasihan, selalu mendengar dan mempercayai setiap kata dari sang pemberi kue, walaupun kadang sudah bisa dipahami ini hanya sekedar harapan yang semu dan tidak ada ujungnya. Hanya semangat sebatas ujung kepala, hanya termotivasi untuk bernafas hingga hari ini. Ketika nadi ini kembali berdenyut normal, ketika itu juga aku harus merelakan apa yang sudah jadi kebiasaan ketika aku tidak berdaya seperti sekarang ini. Tanamkan dalam hati bahwa kue merah kesukaan tidak pernah datang lagi ...

Wednesday 20 February 2013

Tidak Takut Sendiri

Aku rasa aku sudah tidak takut lagi sendiri. Ini berkat kamu Sid. Kamu bilang aku sudah besar sekarang, tidak ada yang perlu aku takutkann lagi. Tidak gelap tidak juga petir yang seringkali membuat jantung tidak sejalan dan seirama. Tidak juga seekor cicak yang merayap dan menggeliat kesana kemari. Katamu aku sudah besar. Aku yakin kita berjalan di jalan masing-masing biar suatu saat kita saling tau kalo kita juga butuh pendamping,seperti yang dulu pernah kamu bilang ketika kita masih jalan berdampingan. 
Suatu saat pasti celah jari-jari ini terisi lagi, entah dengan jemarimu ataupun bukan. Yang jelas terimakasih karena sudah pernah dan mau menggenggamku dengan erat, Sid :)

Friday 15 February 2013

Membatu Mengeras dan Bersikeras

Memandang semuanya dengan satu warna memang tidak gampang, tapi memang ini yang aku lewati beberapa hari ini. Tidak cukup dengan meracuni badan dengan kepulan asap dan minuman berkarbonasi tinggi, semua yang ada di otak serasa terus bergemuruh. Menikam tajam setiap kenangan di segala tempat. Tidak cukup dengan sebuah rel kereta dan beberapa gerbongnya, tidak cukup dengan tas carrier hitam beserta peralatan perangnya, tidak cukup dengan sebuah foto dengan panorama pulau berpasir putih, tidak cukup dengan ingatan sunset cerah yang kita lewati dengan bersepeda, tidak cukup dengan menyelam ke dasar samudra dengan bergandengan tangan, tidak cukup dengan ikan kakap merah yang kita santap dengan lahap, tidak cukup dengan boneka kayu pinokio yang sangat aku suka, tidak cukup dengan berkeliling pulau kesukaan kita dengan memelukmu dari belakang, tidak cukup dengan kita berjalan, menyebrang dan saling menjaga di setiap lelap kita. Rasanya semua itu tidak cukup tuntas untuk dilewati. Rasanya frase-frase potongan cerita ini mulai membuat suatu gesekan trauma yang entah terlalu pahit untuk dikenang. Walaupun ketika Tuhan menawarkan untuk mengulangnya kembali, aku pasti segera mengangguk tanpa mau tau bagaimana rasa perihnya ketika tau semua cerita ini akan berakhir begitu saja. Tidak cukup dengan selalu memandangmu berlama-lama dan meyakinkan diri dengan selalu percaya dengan apa yang kamu rasa, aku sudah merelakan sisa-sisa perjuangan yang masih saja aku pegang hati-hati. Entah akan aku apakan suatu saat nanti. Ketika kamu akan benar-benar berjalan menjauh, ketika itu juga aku merasa semua cerita kita tidak cukup untuk diceritakan kembali. rasanya semua alur ini membatu mengeras dan bersikeras untuk dipahami ulang. Bagaimana tidak, ketika semuanya sudah berjuang dijalannya masing-masing, masih ada segenggam perasaan yang dilupakan, masih ada segelintir harapan yang tertinggal. 


Berhentilah untuk meracuni pikiran ini dengan semua kenangan yang kita perjuangkan, ketika dengan gampangnya kamu membangun sebuah cerita dengan alur yang berbeda dan sebuah peran yang tidak layak aku gantikan. Aku bukan apa-apa lagi disini. Bahkan hanya menjadi seorang penikmat cerita saja, mungkin tidak.

“Sometimes life is so complicated to keep promises.”
- Lee Monroe -


i promise to love you forever.
i guess forever means until you find someone better, Sid :)

Tuesday 12 February 2013

Tidak Perlu Melebur Beda

Sudah mati rasa otak ini. Sudah penuh dengan berton-ton muatan yang harus dipikirkan seminggu ini. Semua susah dipahami, dari sudut manapun. Aku keluar dari kebiasaan. Mulai dari packing liburan yang biasanya- seminggu sebelumnya sudah aku persiapkan dengan semangatnya, bahkan H-2 ini rasanya masih malas dengan setumpuk baju dan sebuah Carrier yang sudah selalu setia menemani meloncati pulau-pulau. Aku kehilangan sebuah alasan untuk mengembangkan senyum beberapa hari terakhir, mungkin sudah lama sebenarnya. tapi ini semua biar kita bisa berjalan bersama, tanpa kamu harus tau, kalo di salah satu sudut ini, aku begitu kesepian. Kita melewati liburan yang seharusnya menjadi menyenangkan ini, dengan sedikit hambar. Bukan kita atau mereka, tapi cukup aku saja. Kamu bukan lagi seperti seorang sahabat, partner setia dalam tawa ataupun duka. Kamu sudah memulai lagi membangun sebuah pagar biar aku tidak lagi bisa berlalu lalang di kehidupanmu. Entah apa sebabnya. Aku bakal mempertanyakan suatu saat nanti, sebuah kebenaran yang sebenar-benarnya.

02.10 wita - Minggu dini hari.
di sebuah Pulau di Timur Indonesia.
Aku kehilangan partner ceritaku. Aku rasa ini hanya sebuah mimpi buruk. Aku akan cepat-cepat tidur kalo begitu. Biar ketika aku bangun nanti, kamu masih menggenggamku dengan eratnya seperti biasa.

05.38 wita - masih di Minggu yang sama
dipinggir pantai berharap sebuah sunrise datang tepat waktu
 Masih dengan muka setengah berharap kalo tadi malam adalah mimpi, setengah berharap kalo ini hanyalah candaan yang luar biasa kelewat batas, aku mengumpulkan kerang-kerang cantik sambil menunggu matahari datang tepat waktu. Biar aku kena sengatan panasnya dan bangun dari mimpi buruk ini. matahari tertutup awan hitam dan aku bermimpi selamanya. 

03.05 wita - Senin dini hari.
menunggumu dan mulai (lagi) membenci tidur 
Berharap kamu kembali dengan cepat dari tempat ternyamanmu sekarang bersama mereka. Aku butuh kamu disini. Butuh bantuanmu untuk menghadapi hari-hari besok tanpa arah. Tapi kamu bilang kita bakalan baik-baik saja. Dan kamu janji akan menggenggam tanganku sampai liburan selesai. Dan aku mulai memaksakan sekuat tenaga yang tersisa untuk tersenyum. 

17.58 wib - Selasa sore sendu.
 Hujan diluar, kereta melaju melambat, tepat didepanku kamu tertidur pulas 
Aku mengetahui apa yang sebenarnya terjadi karena Tuhan memberiku kesempatan untuk mengerti dan mulai memahami keadaan ini, aku tau kalau kamu baik-baik saja. Dengan sebuah kenyamanan baru yang bakal kamu dapetin tidak lagi dengan sebuah perbedaan, dan pasti didukung penuh oleh lingkungan. Aku tau kamu baik-baik saja. Begitu pula Tuhan tau aku pasti baik-baik saja.


00.21 wib - Rabu dini hari.
Kita sama-sama jadi anak kecil. Menangis bersama. Aku tau kamu baik sekali dengan tidak membiarkanku menangis sendirian.
Aku mulai mengerti keadaan. Katamu aku sudah dewasa sekarang. Mulai pertama kali kita mulai cerita kita, mulai saat itu juga aku selalu percaya kamu. kamu bilang aku sudah dewasa sekarang, aku tau aku pasti lebih cepat bangkit daripada anak kecil manapun. Aku mulai menikmati aroma badanmu yang dulu setiap hari aku dapatkan untuk terakhir kalinya di posisi ternyaman ini. Hingga aku terlelap dan enggan untuk memikirkan keesokan harinya. 


Entah sekarang jam berapa dan dimana aku. Yang jelas, apapun didekatku sekarang hanya hitam dan putih yang melebur jadi satu. Bukan perbedaan kita yang melebur. Tapi warna cerita kita yang sudah mulai menjadi abu-abu. 
 
ik hou van je Sid.
sampe detik ini.

Monday 4 February 2013

Menimbun Sampah

Mungkin sekilas tampak bodoh dengan judul diatas. Sampah yang aku timbun bukan benar-benar sampah seperti yang kalian kira. Sampah yang Dia bilang ini merupakan harta karun yang benar-benar aku kumpulkan hingga sedetail mungkin. Barang dan kertas-kertas yang kamu bilang sampah ini aku pajang diatas komputer dan tidak pernah luput dari pandangan mata ketika aku akan bersiap tidur untuk memperjuangkan mimpi dan bangun keesokan harinya dangan sebuah harapan baru. Ini hanya berupa kertas-kertas struck tempat makan, tiket pertama kali nonton, setangkai bunga mawar yang sudah bewarna cokelat, sebuah bunga jalanan yang tampak sudah tidak berbentuk, tiket-tiket konser yang sering kita datangi dulu, kotak cake kesukaan kita yang pernah menjadi obat perdamaian, kotak cupcake yang dulu pernah kamu abaikan, tiket masuk pantai yang dulu pernah menjadi tempat kamu bertanya, apa aku masih mau bertahan dengan kondisi seperti ini apa mundur dengan bebas. sebuah kotak cake dengan harapan cepat sembuh ketika aku tidak berdaya ditempat tidur dengan kekuatan yang pas-pasan, catatan list barang bawaan ketika kita akan berlibur bersama dan mungkin masih banyak lagi sampah-sampah ini yang akan aku timbun mulai dari sekarang. Bukan karena aku sudah tidak punya banyak tempat untuk menggantungkan sampah-sampah ini di setiap sudut tembok yang masih bersih ini. Bukan berarti aku sudah menyekat ingatan-ingatan tentang memori kita dulu dan tidak mau menampilkannya kembali suatu saat nanti. Ini hanya masalah waktu. Mungkin suatu saat akan ada lagi sampah-sampah yang berdatangan, ketika semuanya sudah kembali normal. Bukan berarti aku tidak suka dengan ketidak-normalan belakangan ini. Aku menarik nafas panjang ketika aku menyiapkan sebuah kotak besar, dimana akan aku timbun sampah-sampah ini. Aku lihat lagi berkali-kali ketika dalam beberapa detik kemudian, benda pertama yang aku dapat adalah kertas dengan tulisan ' Be my lady '. Oke baiklah, ini baru yang pertama. Ini hanya sebuah kertas, tapi untuk memasukkan ke dalam kotak rasanya volume kertas bertambah berat melebihi anjing kesayanganku, lexa. Dengan hati yang susah payah, akhirnya benda pertama berhasil dipindah tempatkan. Giliran benda kedua, aku masih dengan degup jantung yang masih asal-asalan berdetak mengambil sebuah benda cokelat. Yah ini mawar pertama yang aku dapatkan. Aku memandanginya dengan perasaan bersalah. Aku tidak berhasil mempertahankan posisinya di dinding diatas komputerku ini sebagai pejangan penyemangatku setiap hari. Hingga detik ini, hingga ketikanku berjalan ini, aku masih saja sesekali memandangnya. Walaupun sudah bukan diatas komputer seperti biasa, ketika dia menemani aku mengahbiskan berjam-jam berbuat konyol, entah melihatku dengan perasaan sendu waktu menulis blog, ataupun memaki berbagai properti ketika akan bersiap bermain skype dengan berbagai teman. Aku yakin, perasaan kita sama. Walaupun cuma sebuah benda mati yang sudah layu dan bewarna cokelat, aku yakin dia sama bersalahnya denganku. Ketika dia tidak berhasil menemani lagi dengan hanya diam dan memandangku. Seperti biasa. Ketika akan mengambil benda yang ketiga untuk dimasukkan kedalam kotak, aku berubah pikiran. Air mata ini mengganggu saja. Membuat apa yang sudah aku siapkan dengan baik dari tadi pagi rusak dengan sepenggal foto yang tiba-tiba jatuh dengan sendirinya masuk ke dalam kotak. Yah, ini foto pertama kita, ketika dengan segala keberanianku mengajakmu berfoto berdua. Aku kembali mengeluarkan dua benda yang sudah terlebih dahulu masuk dalam kotak dan memasangnya kembali di dinding atas komputer tempat biasa mereka setia menemani beberapa bulan ini.

Cepatlah kembali normal, Sid 



Sunday 3 February 2013

Selalu Ada Pelangi Di Setiap Cerita


Ketika Badai Menerpa, 
beberapa saat sebelum terketikkan

Percayalah ketika badai menerpa, pelangi selalu akan muncul disetiap akhir cerita. Bertahanlah sebentar saja dan berpeganglah dengan apa saja yang bisa menahanmu dari terpaan badai. Jangan biarkan keadaan membuatmu kalah dan jadi pecundang. Membiarkan hati terkikis paksa secara berkala memang membuat jengah. Tapi disetiap sisi yang terluka akan tumbuh kulit baru yang lebih kebal. Di setiap hati yang terluka bakal ada guratan makna yang melapisi. Ketika semuanya terasa kelabu, berbicaralah pada alam semesta, barangkali mereka tahu, apa yang sebenarnya kamu rasa. Ketika tidak ada satu orang pun yang bisa menopangmu disaat kamu akan jatuh, cobalah mencari sebuah keyakinan yang paling sederhana. Sugesti diri sendiri dengan apa saja yang masih kamu miliki dengan sempurna. Membuat suatu harapan yang tinggi bukan berarti langsung bisa mengepakkan kedua sayap tanpa merentangkannya terlebih dahulu, berproseslah satu demi satu ketika semuanya sudah tersusun rapi. Jalan ini nggak sesempit pikiranmu. Ketika dadamu sudah terasa sesak penuh dengan hentakan-hentakan yang membabi buta, biarkanlah meluap dengan sendirinya. Ketika satu-dua tetes airmata ikut menemani, biarkan dia terjun bebas dan  jatuh dengan sempurna. Ketika semuanya sudah terasa kembali seperti sedia kala, mari mulai menggenggam lagi, mari saling mengkaitkan tangan pada bahu-bahu yang sudah bergetaran, mari mengisi kekosongan pada relung hati yang sudah terlalu lama ditinggalkan, mari mulai bercerita kembali. Mari kembali ke halaman pertama, ketika semuanya masih bersih dan tidak ada satu coretan tinta. Mari merajut kembali cita-cita dan harapan bersama. Ketika semuanya masih sederhana dan sempurna .. 

Herzliche Grüße,
Destika Anggun Soraya Nawawi