Monday 4 February 2013

Menimbun Sampah

Mungkin sekilas tampak bodoh dengan judul diatas. Sampah yang aku timbun bukan benar-benar sampah seperti yang kalian kira. Sampah yang Dia bilang ini merupakan harta karun yang benar-benar aku kumpulkan hingga sedetail mungkin. Barang dan kertas-kertas yang kamu bilang sampah ini aku pajang diatas komputer dan tidak pernah luput dari pandangan mata ketika aku akan bersiap tidur untuk memperjuangkan mimpi dan bangun keesokan harinya dangan sebuah harapan baru. Ini hanya berupa kertas-kertas struck tempat makan, tiket pertama kali nonton, setangkai bunga mawar yang sudah bewarna cokelat, sebuah bunga jalanan yang tampak sudah tidak berbentuk, tiket-tiket konser yang sering kita datangi dulu, kotak cake kesukaan kita yang pernah menjadi obat perdamaian, kotak cupcake yang dulu pernah kamu abaikan, tiket masuk pantai yang dulu pernah menjadi tempat kamu bertanya, apa aku masih mau bertahan dengan kondisi seperti ini apa mundur dengan bebas. sebuah kotak cake dengan harapan cepat sembuh ketika aku tidak berdaya ditempat tidur dengan kekuatan yang pas-pasan, catatan list barang bawaan ketika kita akan berlibur bersama dan mungkin masih banyak lagi sampah-sampah ini yang akan aku timbun mulai dari sekarang. Bukan karena aku sudah tidak punya banyak tempat untuk menggantungkan sampah-sampah ini di setiap sudut tembok yang masih bersih ini. Bukan berarti aku sudah menyekat ingatan-ingatan tentang memori kita dulu dan tidak mau menampilkannya kembali suatu saat nanti. Ini hanya masalah waktu. Mungkin suatu saat akan ada lagi sampah-sampah yang berdatangan, ketika semuanya sudah kembali normal. Bukan berarti aku tidak suka dengan ketidak-normalan belakangan ini. Aku menarik nafas panjang ketika aku menyiapkan sebuah kotak besar, dimana akan aku timbun sampah-sampah ini. Aku lihat lagi berkali-kali ketika dalam beberapa detik kemudian, benda pertama yang aku dapat adalah kertas dengan tulisan ' Be my lady '. Oke baiklah, ini baru yang pertama. Ini hanya sebuah kertas, tapi untuk memasukkan ke dalam kotak rasanya volume kertas bertambah berat melebihi anjing kesayanganku, lexa. Dengan hati yang susah payah, akhirnya benda pertama berhasil dipindah tempatkan. Giliran benda kedua, aku masih dengan degup jantung yang masih asal-asalan berdetak mengambil sebuah benda cokelat. Yah ini mawar pertama yang aku dapatkan. Aku memandanginya dengan perasaan bersalah. Aku tidak berhasil mempertahankan posisinya di dinding diatas komputerku ini sebagai pejangan penyemangatku setiap hari. Hingga detik ini, hingga ketikanku berjalan ini, aku masih saja sesekali memandangnya. Walaupun sudah bukan diatas komputer seperti biasa, ketika dia menemani aku mengahbiskan berjam-jam berbuat konyol, entah melihatku dengan perasaan sendu waktu menulis blog, ataupun memaki berbagai properti ketika akan bersiap bermain skype dengan berbagai teman. Aku yakin, perasaan kita sama. Walaupun cuma sebuah benda mati yang sudah layu dan bewarna cokelat, aku yakin dia sama bersalahnya denganku. Ketika dia tidak berhasil menemani lagi dengan hanya diam dan memandangku. Seperti biasa. Ketika akan mengambil benda yang ketiga untuk dimasukkan kedalam kotak, aku berubah pikiran. Air mata ini mengganggu saja. Membuat apa yang sudah aku siapkan dengan baik dari tadi pagi rusak dengan sepenggal foto yang tiba-tiba jatuh dengan sendirinya masuk ke dalam kotak. Yah, ini foto pertama kita, ketika dengan segala keberanianku mengajakmu berfoto berdua. Aku kembali mengeluarkan dua benda yang sudah terlebih dahulu masuk dalam kotak dan memasangnya kembali di dinding atas komputer tempat biasa mereka setia menemani beberapa bulan ini.

Cepatlah kembali normal, Sid 



No comments:

Post a Comment