Thursday 26 December 2013

Untuk Kamu, Selamat Menggantungkan Harapan Baru di Pohon Natal

Heidelberg, 24 Desember 2013
22.10 Waktu Dunia Belahan Masih Gelap 

Christmas Eve.
Setahun berlalu, semua cerita berubah hampir disetiap sudut sisinya. 
Tahun lalu aku menghiasi kamarmu dengan sebuah pohon natal kecil. Kita sama-sama menggantungkan boneka kecil berbentuk - Alexa di atas pohon sebagai pengganti bintang. Aku bersemangat menghiasi pohon Natal itu dengan lampu warna-warni. Aku gantungkan juga penyemangat-penyemangat kecil dari kertas yang sudah tertuliskan kata-kata tak bermakna dari dalam hati. Aku cuma membantumu membuat suasana Natal-mu seperti dirumah. Membuatmu selalu merasa nyaman ketika melihat pohon Natal sederhana dengan lampu warna-warni. Aku selalu teringat ketika kamu memintaku menunggu, ketika kamu harus balik ke rumah dimana kamu dibesarkan. Aku selalu menunggu di kota kita. Bermain bersama Alexa. Bermain tanpa kekhawatiran bahwa tidak akan ada lagi tahun-tahun selanjutnya, dimana kita bersama-sama menghias pohon Natal-mu, dan meyakini dalam hati kalo perbedaan penyebutan nama Tuhan ini, hanyalah sebuah jalan dimana kita dipaksa untuk memperjuangkan sebuah pikiran positif. Ini hanya sebuah penyebutan saja. Dimana siapa yang kami sembah adalah Dia yang meciptakan kami dalam kondisi dan waktu yang berbeda. Dimana Dia yang memberikan kami sebuah kesempatan memilih, memilih menggunakan nama yang mana yang nanti akan kami sebut untuk menyembah-Nya dalam setiap doa kami.

Natal kali ini, tanpa ucapan, tanpa menyenggolmu sedikitpun. 
Aku lakukan bukan karena aku lupa atau melupakan dengan sengaja. Aku hanya tidak ingin membuatmu merasa aku selalu muncul disaat yang tidak tepat. Lupakan tentang pohon Natal, lupakan tentang apapun yang sederhana yang pernah kita lalui beberapa waktu yang lalu. 
Bukan secara gampang menahan rasa untuk sekedar memberikan sebuah kata-kata ucapan yang dulu tanpa dipikirkan sudah secara refleks pasti aku berikan.

Senduku berbicara,
Ketika suatu harapan tidak terlaksana, maka jangan pernah sekalipun menggantungkan tinggi-tinggi .
Gantungkan ditempat yang bisa kamu raih. Biar ketika kamu sudah tau harapan itu bakalan tidak bisa terlaksana, kamu bisa menggantinya dengan harapan-harapan kecil lainnya. Dia, seperti permen karet yang sudah hilang rasanya. Melekat kuat tanpa alasan. Semakin aku berusaha melepaskan, semakin dia susah untuk menemukan jalan keluar, dari ingatanku. Jadi hanya ada satu cara untuk mengikhlaskan Natal tahun ini. Berusaha untuk tidak mengingat-ingat apapun yang pernah kita gantungkan di pohon Natal kecil kita, tidak mengingat-ingat genggaman tangan ketika kita menyusuri pantai selepas akhir tahun, tidak mengingat-ingat waktu aku menatapmu lama sambil beralibi menunggu sebuah letusan kembang api, ketika dengan herannya kamu bertanya. Yah Aku ketahuan melihatmu berlama-lama. Tidak mengingat-ingat sebuah proses diwaktu itu, waktu dimana hanya ada kamu dan cerita kita tanpa tersela orang lain. Ya, lebih baik tidak mengingat-ingat, mengingatmu dalam setiap doaku.

Hey Sugar,
Ich wünsche dir ein frohes Weihnactsfest, ein paar Tage, Gemütlichkeit mit viel Zeit zum Ausruhen und Genießen, zum Kräfte sammeln für ein neues Jahr :)

Aku tau kamu nggak pernah suka kalau aku pakai bahasa di dunia tempat aku berjuang sekarang, ah sudahlah. Toh aku juga hanya mengucapkannya disini saja.  

Friday 29 November 2013

Sekali Lagi

Sekali lagi memasuki akhir tahun. Semua berjalan secepat kilat. Aku, kamu dan cerita kita. Semua berlari seakan tidak akan ada waktu lagi untuk sekedar beristirahat sejenak. Selamat menjadi seseorang yang dibanggakan kedua orangtua, pahlawan. Walaupun bukan karena aku, bukan seorang aku yang menjadi penyemangatmu, yang jelas semua sudah terlewati. Semua yang aku dan kamu perjuangkan, semua keluh kesah selama kita bergenggaman tangan, akhirnya terselesaikan juga. Selamat memasuki fase kehidupan selanjutnya, teman bercerita. Sekali lagi, ceritakan cerita kita kepada yang pasti bisa diceritakan. Ceritakan cerita kita kepada teman ceritamu selanjutnya, bahwa di fase awal kita, ada aku yang selalu menjadi teman setiamu.

Sekali lagi, aku akan segera memelukmu jika kamu mulai bercerita lagi.
itu pun jika kamu mau.

Sekali lagi.

Tuesday 19 November 2013

Angkuhnya Jarak Ini

Beberapa saat sebelum bercerita..
Aku sedang menunggu sebuah video call dari benua seberang. 
Jarak ini tidah hanya dibatasi dengan samudra dan tingginya pegunungan. Bukan juga karena membutuhkan waktu berpuluh jam untuk sekedar bertemu lagi. Hanya sebuah sela yang membatasi. 
Sebuah kekosongan yang sudah tidak terisi lagi kebiasaan kita berdua. Saling menggenggam dan bercerita. Atau itu hanya kebiasaanku. Kebiasaanku menunggu kamu untuk memulai bercerita. 

Pilu ini dimulai dari keangkuhan jarak yang kita cipatakan sendiri. Ini bukan salah siapa-siapa. Karena dasarnya kita memang sudah berbeda. Seperti sebuah frase yang berantakan, kita sudah bukan lagi sebuah kalimat yang bermakna. Aku selalu mencari sebuah celah dimana aku akan menemukan pangkal cerita ini. Tapi sepertinya saat ini aku akan menyimpannya lagi dalam-dalam. Dalam diam dan tertanam entah diungkapkan kapan. Tentu saja aku bukan seorang yang berhak menyalahkan keangkuhan jarak ini, karena bukan jarak yang salah. Yang salah hanyalah ego yang melekat kuat, entah aku ataupun kamu sebagai pelaku dalam cerita ini. 

Aku sudah menyimpan cerita kita dalam bab-bab cerita sebelumnya, aku pisahkan kepekatan cerita ini sesuai kadarnya. Aku tidak akan membahas semua kesenangan-kesenangan yang mungkin suatu saat bisa pudar dengan sendirinya. Setelah beberapa saat kamu hadir di sebuah layar monitor dengan  wajah seperti biasa, acuh tak acuh dengan gaya cuek luar biasa. Yah seperti inilah kesayangan. Sesosok yang diperjuangkan dengan pastinya, tapi selalu bertentangan dengan kenyataan. Ketika bahkan sampai detik ini, perasaan ini masih sama bentuk dan wujudnya. Hampir tidak ada yang berubah sama sekali. Beberapa detika yang ditawarkan Tuhan untuk sekedar berkomunikasi denganmu hari ini sudah bisa dikatakan sebuah berkah yang entah mungkin sudah lapuk dengan sendirinya. Namun beberapa saat kemudian, aku selalu berharap malam ini tidak pernah terjadi (lagi). Malam ketika kamu memintaku untuk melepaskan genggaman tanganku, melepaskan sebuah pelukan tulus dari dalam hati, melepaskan paksa perasaan yang disusun dengan kokohnya, menghiraukan semua resiko yang ada, kamu dengan ringannya memintaku untuk melepaskan. Aku masih dengan sedikit egoku melawan dengan sebuah keterpaksaan dan kehati-hatian biar kamu tidak tergores apapun. Tapi inilah yang terjadi (lagi). Sebuah keterbatasan komunikasi yang direntangkan bebasnya dengan sebuah jarak yang angkuh.


Aku tersesat lagi. 
Kali ini, aku sudah tidak punya cara. 
Cara untuk memanggilmu,(lagi). 
seperti biasa.


Bahkan dengan sebuah lagu yang sering kita dengarkan. 
atau mungkin dengan gonggongan anjing kecil kita. 
sepertinya mustahil .

Tuesday 17 September 2013

Minggu Terbaik


Sabtu Malam, 7 Sept 2013
21.28
Beberapa jam sebelum minggu tiba. Beberapa saat sebelum menjelang tidur. 
Aku mendapati ajakanmu unuk bertemu kembali. Sekedar mendengarkanmu bercerita, aku langsung mengiyakan. 


Minggu Pagi, 8 Sept 2013
08.05
Aku melihatmu lagi. Dengan muka yang masih layu, dengan mata yang masih setengah menutup kamu menyambutku datang. 


Hari ini sudah kita rencanakan dengan singkat. Tentang beberapa jam berharga ini, pastinya. Karena besok atau lusa mungkin sudah tidak bisa. Aku dan kamu sudah jauh berbeda sekarang. Beda jalan yang kita tuju. Aku sudah tidak menggenggam tanganmu lagi. Kamu pun tidak membutuhkan arahanku lagi. Ya, kita sudah memantapkan hati untuk memilih jalan yang berbeda. Walaupun masih dalam satu rasa, atau mungkin aku saja. Aku sudah menebalkan hati hari ini, apapun yang terjadi aku sudah melupakan sejenak luka apa saja yang sudah tertanam. Kita mulai hari ini dengan canda tawa dan cerita selayaknya dua bocah kecil yang sedang bermain pasir. Hari ini seperti biasa, seperti hari yang pernah kita lalui dahulu - ketika kamu masih menggenggam tanganku dengan eratnya - aku menemanimu mencari beberapa buku dengan topik kesayanganmu. Memang bukan hal romantis ketika kamu menyuruhku untuk menemanimu mencari buku, tapi entah kenapa, minggu ini adalah minggu terbaik setelah aku dilahirkan didunia ini tepat di hari minggu juga. Hari ini, setelah sekian lama aku merasakan kekosongan di sela-sela jariku, kamu menggenggam tanganku lagi. Kamu menggenggam tanganku kemanapun kamu berjalan. Menyusuri gang-gang sempit tempat pedagang buku menjualkan dagangannya, sembari bertanya kepada penjual, kamu tidak juga melepaskan genggaman tanganmu. Ini konyol, untuk beberapa saat aku mengedipkan sebelah mataku keatas ke arah langit, mengirimkan kode pada Tuhan, dan berkata dalam hati " Tuhan, tolong kerjasamanya, coba hentikan waktu beberapa jam ini aja" . Tapi mungkin Tuhan sedang mengerjakan doa-doa lain yang lebih penting dari sekedar permohonanku yang tidak berbobot ini. Setelah mendapatkan buku, kegiatan kesukaan adalah makan bersama. Ini sudah aku tunggu-tunggu daritadi. Bukan karena perut ini sudah terasa lapar, tapi selalu- ketika makan bersama- kamu selalu memulai bercerita. Aku selalu takut melewatkan waktumu jika sedang bercerita. Senyum kecilmu yang aku rindukan terukir lagi dalam selipan cerita-ceritamu yang belum sempat aku dengar sebelum ini. Kita bercanda kita tertawa sesekali melihat jam tangan dengan perasaan khawatir karena beberapa saat lagi kebersamaan kita akan terbatasi oleh waktu. Aku dan kamu sama dalam hal ini. Kita sama-sama sedang bernostalgia dengan waktu. Kita mendengarkan lagu kesukaan kita disela-sela cerita, sekedar sama-sama diam, menikmati minuman dan keceriaan yang ditawarkan Tuhan beberapa jam terbaik ini. 

Minggu Siang 14.02
Aku berpamitan pulang. Kamu mencium keningku. Aku memelukmu balik.
Aku menimbun kesedihan dalam minggu terbaik ini. 
Aku meruntuhkan pertahananku setelah terakhir kali kita menikmati perjalanan dalam sebuah gerbong kereta. 
Aku jatuh lagi. 


I miss you, already Sid. 

Thursday 22 August 2013

Angin Lalu

Mungkin benar ketika kekuatan untuk tidak melihat kebelakang, berlari dari kenyataan, dan menghilang dari segala sudut pandang selalu terpatahkan ketika satu-satunya alasan mengapa kita diharuskan pada keadaan tersebut, muncul lagi. Yah keberanian untuk menulis lagi, muncul ketika dengan datarnya kamu mulai menampakkan senyuman yang selalu aku hindari, mengajakku kembali dalam hari-hari yang selalu aku coba buat tidak mengingatnya lagi.

Ternyata aku kalah. 

Aku memang melewatkan beberapa momen khusus yang masih terpatri dalam hati. Semua detail tanggal, hari bahkan pakaian  apa yang pernah kamu pakai ketika mengajakku bercerita, semua masih sama, tersimpan rapat dibagian yang gampang ditemukan oleh ingatan, dan dirasa oleh hati. Aku masih melayang, flashback cerita kita masih selalu terputar setiap hari. Hingga suatu hari, kamu seolah tau ketika setiap malam aku bermimpi yang sama berturut-turut, bermimpi cerita yang mungkin akan kita lupakan nantinya. Cerita yang mungkin kamu sudah bosan untuk mengulanginya lagi. Cerita tentang kita yang sedang menggenggam tali pengikat antara anjing dan tuannya. Aku sudah berusaha berganti posisi tidur. Tapi usahaku selalu kalah dengan kuatnya kenangan. Yah disini, aku tepat berada didepanmu lagi, melihat semua gerak-gerikmu dari sebuah lensa telepon genggam. Aku berusaha diam seolah-olah sibuk memainkan telepon genggam ini berusaha memperlihatkan kesibukanku di dunia maya. Padahal, yang sebenarnya terjadi, aku melihatmu berekspresi bebas, ketika kamu bercerita tentang kehidupanmu setelah denganku. Aku menahan nafas, berusaha untuk mengontrol emosi ketika ingin sekali rasanya memelukmu saat kamu tersenyum renyah disela-sela ceritamu. Kamu bertingkah seperti anak umur lima tahun yang sedang senang-senangnya dibelikan mainan. 


Lagi-lagi aku kalah.

Aku dikalahkan oleh diri sendiri. Beberapa waktu yang lalu aku berjanji untuk menyerah. Tidak lagi berusaha untuk mengingat cerita-cerita kita. Membuang jauh-jauh semua yang terkait, semua yang bisa memunculkan lagi kenangan-kenangan indah ini. Indah ketika kamu masih ada disampingku dengan genggamanmu.  Tapi hari ini aku kalah. Kalah ketika senyumanmu masih sama indahnya seperti yang aku lihat dulu. Kalah ketika sebuah kecupan manis mendarat lagi dikening. Semua berantakan. Fase-fase keterpurukan, fase-fase seolah tidak peduli luluh lantak dengan aroma keberadaanmu yang sangat lekat ini. Tetaplah seperti ini, sampai memang waktu yang mengharuskan kita untuk melupakan apa yang ada, bersama-sama. 


Selamat hadir kembali, Sugar. Setidaknya sampai aku bisa membangun kembali sisa-sisa tawaku, yang sudah lama terlepas dari liangnya. : ) :



Sunday 10 March 2013

Membakar Kecewa

Hari ini sudah aku lalui seharian dengan perasaan yang campur aduk. Masih dengan rasa kehilangan yang sama. Sebulan tepat ketika kehilangan demi kehilangan terjadi. Ini seperti rentetan mimpi buruk yang sudah lama sekali aku alami. Ingin rasanya terhentak bangun dan menjalani kebahagiaan sebagaimana mestinya. Tapi aku masih dalam mimpi burukku, dan tidak akan pernah terbangun. Ketika hari ini, lagi, kamu tidak melihat ketika aku berusaha menyusun ulang keceriaanku, kamu melontarkan kata-kata yang membuat jantung ini berdetak tidak normal. Kecewa karena ditekan dengan segenap ucapan yang parau, kamu sama sekali tidak melihat bagaimana sakitnya teinjak-injak hampir sebulan lamanya.  Membangun semua yang sudah jatuh didasar jurang, mengumpulkan puing-puing hasil kekecewaan yang sudah lalu, mematrinya kembali diruang-ruang kosong yang masih ada. Lantas dari mana datangnya bahagia nanti ? Jika sebuah kekecewaan paling dasar menunggu diujung cerita. Semua yang sudah terbangun dengan perjuangan-perjuangan matang dan tidak peduli gertakan, semua seakan terkikis habis tidak bersisa. Kamu yang membuat ini terjadi. Kamu memaksa aku mengikis semuanya hingga hampir pada lapisan terakhir perasaan ini. Aku berusaha membakar kecewa ini, menyudutkan semua kenangan-kenangan ke dalam tempat paling jauh di relung hati dan memyimpannya rapat-rapat. Agar kamu tau, di suatu tempat didalam hati ini masih ada sepenggal cerita yang dulu aku elu-elukan, dimana sebuah cerita yang sangat aku bangga-banggakan ini bersemayam. Agar kamu tau, aku masih saja dengan -flashback cerita-cerita kita setiap hari yang dulu kita lalui bersama, masih selalu berputar di ingatan hingga otak ini memanas dengan sendirinya. Mungkin tulisan ini bakalan jadi penutup semua cerita kita. Sudah habis harapan ini terkikis dengan sendirinya. Sudah lama sekali aku tidak merasakan kenyamanan saat masih bersamamu. Seperti perasaanmu yang menguap dengan sendirinya, cerita kita ini hanya akan jadi cerita usang yang hanya aku saja yang selalu ingat detail-detail perjuangan kita. Hanya aku saja yang merasakan betapa amannya genggamanmu, betapa hangatnya ketika kamu memelukku, betapa indahnya sebuah kecupan di kening. Yah, sebuah cerita sederhana yang hanya akan menjadi kisah klasik yang tidak tersentuh. Sepertinya sudah saatnya menutup penggalan-penggalan perasaan ini, yang sudah aku himpun jadi satu dalam sebuah panorama tanpa batas dalam sebuah media yang hanya bisa dinikmati para pecinta tulisan seadanya. Aku hanya melebur menjadi satu dalam sisa-sisa harapan yang sudah tidak bisa lagi dibangun untuk sebuah narasi dongeng sekalipun. Tapi aku masih terus mencari cara bagaimana menunjukkan pada dunia, ketika disebuah masa, di masalalu ada aku kamu dan anjing kecil kita, yang dulu selalu merasakan tawa dan melepaskan duka bersama. Hanya itu saja. Sebuah kebahagiaan  sederhana yang mengubah dunia yang terlihat abu-abu ini menjadi semakin berwarna biru. Mengalahkan birunya senja yang pernah aku buat sebelumnya. Buat -kamu dimana saja, ketika membaca tulisan terakhir ini, tolong ingatkan pada dunia, ketika suatu masa terdahulu ada seseorang disampingmu yang telah berjuang untuk mengukir namanya, disetiap ceritamu yang akan kamu ceritakan entah kepada siapapun di dunia yang keras ini. Sampai berjumpa di lain cerita, Sid. Untuk terakhir kalinya, setelah menarik nafas panjang, terimakasih sudah melukiskan sebuah cerita yang layak untuk disimpan di sebuah sudut yang terdalam. 
I love you.

Saturday 9 March 2013

Selamat Menua Alexa :)

Happy Birthday Alexa :)
Selamat bertambah umur. Terimakasih sudah menemani selama 10 bulan ini.
Kita bertiga sudah sama-sama berusaha saling menjaga, tapi ketika keadaan memisahkan kita, mungkin kita bertiga bisa bertemu dilain cerita, suatu saat nanti. Pasti.



Jumat,  08 Maret 2013

Hari ini dengan tidak berbekal semangat, aku harus menepis semua ego yang dari kemarin sudah sangat melekat pasti, ketika waktu sudah semakin dekat dengan ujung cerita ini. Hari dimana ketika pertama kalinya anjing kecil ini meniup lilin dan mempunyai harapan berumur panjang, di hari itu juga dia bakal kehilangan - kami . Yah hari ini sudah diputuskan untuk memindahtangankan Lexa ketempat yang lebih baik tentunya dari sudut pandang keadaan dan tempat, mungkin. Dimana harus selalu menyediakan sebuah ancang-ancang untuk menerima resiko yang harus dihadapi, menjalani hari ini tidaklah gampang. Tidak dengan sebuah senyuman darimu sama sekali, tidak dengan kegembiraan Lexa ketika aku datang. Hari ini kita lewati dengan melawan pikiran masing-masing, masih dengan bisu yang terlalu lama ditahan. Aku membawakan tulang istimewa untuk si kecil pemberani ini. Tulang besar dengan sebuah pita merah dan ditemani cupcakes dengan topping berbentuk amjing kecil memakai pita mera sudah siap aku berikan. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana ketika hari ini aku datang dengan membawakan hadiah yang sudah lama dia tidak dapatkan. Ah, pasti dia langsung meloncat kegirangan. Dengan dibantu beberapa teman, pesta kecil ini pasti bisa meredam kesepian si kecil ini. Hari ini dia bebas meloncat, berguling dan bermain dengan tulangnya. Kita bertiga lengkap disini, walaupun masih dengan pikiran masing-masing aku dan kamu saling bergantian melempar tulang ini biar ditangkap dengan sigapnya sama si kecil. Pemandangan ini dulu melekat sekali, setiap sore sering kita lakukan bersama. Tapi pada akhirnya ini hanya sebatas pemandangan klasik yang akan terlupakan dengan sendirinya. Dan ditutup dengan tiupan lilin dari kita bertiga dan hembusan harapan, Lexa genap berumur 1 tahun ... 



Minggu, 10 Maret 2013 

Hari dimana semua terlihat baik-baik saja, di suatu tempat Alexa kecil tidak betah dengan kesepiannya. 
Hari itu juga aku tau dia sedang mencari -Kami. Aku dan kamu tentunya. Hari ini mendapatkan kabar kalo si lexa ditempat barunya, sedang menangis untuk bertemu dengan kami. Ketika seorang kawan sudah tidak sanggup untuk menjaga si kecil ini, maka kami putuskan untuk mencari tempat baru buat Lexa. Berjam-jam kita berdua bersama beberapa kawan, mencoba mencari tempat yang nyaman buat si kecil ini. Sampai akhirnya kita menemukannya. Tidak sekali dua kali Alexa menatap cemas. Dia tau dia akan ditinggal lagi untuk kesekian kalinya. Dia tau hari ini hari terakhir dia melihat kami berdua bersama dan sejalan walaupun dengan keadaan beda sekalipun. dengan kepanikan seperti biasa, ketika kami berdua saling bergantian mencium si kecil ini, dia sudah bisa merasakan perasaan kesepiannya kembali. Ketika derap langkah kami saling beradu dan menjauh, Lexa kecil kembali menangis. Berusaha keras dengan sekuat tenaga berusaha mepelaskan ikatan tali yang sudah terpatri dengan amannya, seolah-olah tidak merelakan kami menjauh dan mengucapkan selamat tinggal. Seketika itu juga aku menatap lama muka lucunya untuk kesekian kali sebelum mobil ini melaju. Hari ini harus aku jalani hingga selesai. Aku sudah bertahan sampai detik ini demi si kecil pemberani ini. Ketika sudah saatnya kami melangkah.. seketika itu juga aku tau hari ini benar-benar sudah selesai. Aku kamu dan Lexa. Kamu bertiga terpisahkan oleh keadaan. Baik-baiklah kita semua, semoga bertemu dilain cerita :)

Wednesday 6 March 2013

Less than 24 hours

Menatap langit sore ini tidak semendung biasanya. Walaupun dengan keadaan susah payah hari ini aku berbahagia. Kebahagiaan yang cukup sederhana meskipun hanya untuk sekedar tau kalau aku masih punya waktu buat bermain dengan si kecil Lexa. Aku masih dengan mantapnya memberinya makan di hari-hari terakhir sebelum dia berpindah tangan. Rasanya lelah untuk selalu berusaha mengalihkan pikiran. Semua yang terekam di otak berjalan perlahan-lahan terputar kembali. Dari awal kamu mulai mengajakku berjalan bersama dengan berbagai peran, hingga kita bermain bersama anjing kesayangan kita. Bagaimana serunya ketika pertama kalinya kita melihat si kecil ini masih dengan tubuh yang gemetaran, bersembunyi dengan takut-takut melihat kita berdua. Aku menggendongnya pertama kali dengan memikirkan sebuah nama. Ketika Alexa- yah beginilah kami selalu memanggilnya, sudah memberikan senyum pertamanya kepada kita berdua, aku pikir kita tidak akan terpisah selamanya. Tapi ternyata sekarang rekaman ini hanya berputar tiada henti di dalam otak yang sudah mulai usang ini. Tidak dengan sebuh melodi yang menemani, tidak juga dengan kamu disampingku. Aku menemani sendunya hari-hari belakangan ini, aku memahami setiap rasa yang dia sampaikan, setiap tawa yang dia ciptakan sendiri, setiap harapan sederhana yang dia kumpulkan ketika aku datang menjenguknya. Aku merasakan kesedihan yang tidak berujung ketika dengan malangnya si kecil ini menatapku dengan sebuah tanda tanya besar. Aku sudah sangat hapal ketika sendunya mulai berdatangan, ketika kesepiannya terpacu lebih besar daripada bahagianya. Lexa bukan hanya seorang sahabat saja. Dia bahkan lebih bisa mengerti keadaanmu ketika semua orang mencemooh. Dia bahkan bisa menjadi pendengar setiamu. Ketika di dunia ini sudah tidak ada lagi yang mau mendengarkan. Dia bahkan bisa lebih sedih daripada kamu, ketika mulai menangis dant idak dapat memahami semuanya satu persatu. Dia bahkan bisa menjadi pemicu semangatmu dengan gonggongan dan tingkahnya yang lucu ketika berguling-gulingan di rerumputan. Ketika semuanya tidak lebih dari 24 jam lagi. Ketika keceriaan ini sudah dibatasi waktu. Semoga kamu selalu menang diatas kesepian yang mengepungmu, Xa. --- Aku yang selalu merindukanmu :) 
Tapi ternyata cuma aku yang merasakan kehilangan si kecil ini. Tidak demikian kamu. 

Monday 4 March 2013

Alexa Menangis

Dua hari ini aku habiskan dengan si kecil lexa. Bahkan aku berharap waktu terus saja melambat. Jangan biarkan aku dan Lexa berpisah. Ini terlalu cepat. Bahkan aku belum melihat dia tersenyum lagi seperti waktu masih berjalan denganmu. Aku melihat tatatapan sendunya setiap melihatku datang. Aku merasakan ekornya yang lemas tidak bersemangat. Bukan cuma kamu yang sedih, Xa. Ketika dengan herannya dia melihatku berjalan sendirian sekarang. Bukan cuma kamu yang belum terbiasa dengan pemandangan ini, Xa. Aku juga belum terbiasa berjalan dan bermain denganmu tanpa dia yang biasa menggandeng kita bersama mewarnai hari-hari. Aku juga belum terbiasa melontarkan tawa tanpa ada yang bercerita. Aku paham sekali perasaan si kecil ini. Ketika suatu hari aku terpaksa membawanya kerumah ternyamannya untuk sekedar menjemput teman kecilnya. Aku melihat tatapan rindunya terhadap tempat yang selalu dia lihat dari kecil, tempat dia bermain bersama teman-temannya, tempat dia selalu melihat kita tertawa bersama. Sabar Xa, bukan hanya kamu saja yang ingin melepas rindu. Tahan dulu sendumu hari ini. Kita akan pikirkan lagi bagaimana caranya kita kembali dengan tawa kita masing-masing. Ah sudahlah, hari ini yang terpenting kita lewatkan berdua. Kamu boleh menggonggong menciumku atau bahkan berguling-guling di rerumputan. Waktu kita tinggal sedikit untuk merasakan kebersamaan yang dulu tidak pernah kita pikir sebelumnya akan berakhir secepat ini. Hari ini kamu terlalu bersemangat untuk lari. Aku tau karena dengan adanya teman kecilmu, kamu tidak mau membuang waktu secara percuma. Kita harus abadikan cerita sendu kita ini. Aku tidak pernah menyesal pernah mempunyai anjing manis sepertimu. Karena dari awal aku tau banyak yang menyayangimu seperti aku. Banyak yang akan terus menjagamu walaupun bukan aku dan dia lagi yang selalu terlihat bersama. Aku tau hari ini kamu menyimpan sendumu cuma buat menjaga perasaan khawatirku. Walaupun pada akhirnya aku tau kalo setiap aku mulai melangkah pergi, kamu mulai menangis. Bukan hanya kamu yang menangis sekarang. Bukan cuma kamu yang selalu menatap pilu langkah kakiku yang menjauh.  Aku juga mulai menangis ketika dengan paraunya kamu mulai menggonggong dan berdiri tegap menatapku lama hingga bayanganku menghilang. Ketika kamu mulai menua dan mulai terlupakan jangan pernah lupa kalau aku masih disini selalu mendoakamu. Jadilah anak yang baik Lexa. Ketika kamu mulai tumbuh dewasa dan tidak terlihat lagi. Kamu masih punyaku. Aku juga masih punyamu. Ketika kita bersama, tidak ada yang perlu ditakutkan lagi. Be brave Alexa ! 

Friday 1 March 2013

Melepas Hari Ini

Tanpa ucapan tentunya aku harus mengahadapi hari ini. Bersiap-siap untuk memulai pertama kalinya dalam beberapa waktu, melepaskan tawa pertama tanpa kamu yang selalu bercerita denganku. Hari kedua disetiap bulan yang selalu kita rayakan dulu walaupun tanpa tawa sekalipun. Walaupun hanya sebuah bisikan dan sebuah ciuman yang mendarat di kening, aku harus bersyukur. Karena sekarang tidak akan lagi ada ritual-ritual sederhana seperti yang lalu. Tepat sebulan ketika aku sudah mulai merasakan kamu akan melepas keterikatan kita. Senyummu sudah mulai layu, matamu sudah tidak lagi bersinar-sinar ketika bertemu denganku. Aku tetap berjalan sesuai irama. Ketika dengan cepatnya waktu berlalu, ketika dengan cepatnya kamu berpindah tepat dan tidak lagi membutuhkan cerita kita. Yah, aku tau ini hanya sebuah cerita kecil dalam hidup yang entah kapan sudah mulai terlupakan dengan sendirinya. Ini hanyalah tanggalan biasa yang akan kamu hadapi biasa saja di bulan-bulan seterusnya. Aku sangat paham ketika kamu melepaskan cerita kita melepaskan hari ini dan mendapatkan kebahagiaanmu kembali bersama dengan sebuah hentakan yang mendorongku pergi jauh. Jauh melampaui batas yang ada. Aku masih terus mengamati akan kemana cerita ini. Seringkali terpintas, diamati dari awal pangkal akulah yang merajut setiap resiko yang ada. Merangkai sebuah cerita sendu ini dari beberapa waktu yang lalu. Aku membelamu ketika dunia melawanmu. Seketika aku merasakan dunia bahkan tidak mau mengenalku lagi. Aku tidak menyesal. Aku hanya tidak tau akan kemana aku bercerita sekarang. Ketika waktu masih saja berjalan melambat dan bumi masih pada porosnya. Hanya aku yang masih diam disini. Tidak merasakan apa-apa lagi. Tidak mempunyai sebuah alasan lagi. Tidak ada yang mesti aku percaya lagi. 

Some people come into our lives and quickly go, leave footprints on our hearts, and we are never the same :)


Tuesday 26 February 2013

Aku Benci Tidur !

It’s all said and done, it’s real, and it’s been fun.
Mungkin kebencianku dengan tidur sama halnya ketika Peter Pan benci bahwa dirinya tidak bisa tumbuh dewasa mengikuti Wendy. Bukan selamanya aku takut untuk memejamkan mata. Kadang tidur juga dapat membantuku menghabiskan hari-hari ketika aku tidak bisa bertemu denganmu. Tapi tidak buat akhir-akhir ini. Aku kembali benci tidur. Karena ketika aku berusaha memejamkan mata dan bangun keesokan harinya, aku harus berusaha lagi dari awal melukis hari ini seharian, tanpamu. Aku kembali benci tidur, ketika tanganmu tidak lagi sebagai pengganti bantal ketika kita sedang bersantai dan mengolah cerita-cerita ketika mempunyai hari tanpa bisa bertatap muka. Aku harus berusaha lagi menata hari ini dan menyisipkan sebuah pikiran untuk tidak lagi memainkan peran ketika masih bersamamu. Aku harus berusaha lagi berdiri tanpa ada penyangga, ketika aku harus berusaha membedakan semua yang terlihat abu-abu dan sama saja menjadi ada dan nyata bentuknya. Aku sudah bosan dengan ketakutan bermimpi buruk seperti hari-hari ini. Aku ingin berimajinasi bebas dengan mengarang sebuah narasi mimpi yang terikat oleh nadi satu sama lain. Tapi tidak tanpa kuasa Tuhan, aku meminta-meminta hal yang sudah pernah aku minta sebelumnya. Yang jelas hari-hari ini membuatku membenci tidur. Ini bukan sebuah alur. Ini karangan bebasmu. Aku merasa sudah tersia-siakan sebuah proses perjuangan. Kamu adalah masih satu-satunya alasanku untuk menulis. Tanpa katapun, aku bisa memfrasekan sebuah makna dalam hidup ini ketika dengan hangatnya kamu menggandengku kembali. Jika itu terjadi. Tapi tidak dalam sebuah kenyataan yang penuh dengan tekanan membabi buta seperti ini. Kamu melepaskan apa yang sudah menjadi cita-cita kita bersama, kamu melepaskan hari-hari indah yang sudah kita notasikan bersama. Ya, dan kamu mulai melepaskan keceriaan ketika kita bermain bersama anjing kesayangan kita. Kita adalah serasa. Serasa dalam beda. Aku dan kamu adalah satu ketika semua masih dalam angan semu saja. Nyatanya, aku sudah tidak dalam genggamanmu lagi. Pundak dan dadamu bukan lagi menjadi tempat bersandarku ketika aku sudah mulai terengah-engah ketika berlarian bersama anjing kita. Semua terlalu cepat seperti hentakan badai yang tanpa ampun menerpa sebuah taman bunga di siang yang terik. Semua masih bewarna ketika dengan cepatnya kembali menjadi abu-abu seperti dinginnya musim ini tanpa tawamu. Dan kemudian, aku kembali membenci tidur, sama seperti ketika aku membenci diri sendiri ketika tidak bisa menjaga harimu dari sengatan apa saja yang bisa membuatmu bermuram durjana. Being strong sometimes means being able to let go. 

You just cant live that negative way. You know what i mean  ? Make way for the positive day. Cause it's a new day. 
 Thanks Bob anwy !


Saturday 23 February 2013

Jam Tangan Hitam Pendengar Denyut Nadi

Jam tangan ini bukan jimat. Bukan juga aksesoris kebanggaan. Ini hanya sebagai pengingat waktu ketika aku bersamamu dulu. Karena ketika sudah ada di lingkup nyaman bersamamu, aku selalu lupa waktu. Tapi sekarang setiap detik tidak akan aku biarkan jam tangan ini lepas begitu saja. Bukan karena aku tidak punya jam tangan selain ini. Tapi karena ini jam tangan kesayanganmu yang kamu jaga dari waktu ke waktu dan menyuruhku untuk menjaganya - entah sampai kapan. Setiap hari kemanapun aku pergi, jam tangan ini selalu setia menemani setiap detik denyut nadi ini. Semoga ini cukup sebagai pertanda jika hanya ini benda darimu yang paling dekat denganku. Ini bukan lagi alat pengingat waktu. Ini juga bisa aku alihkan sebagai alat pengingat jika dulu entah dimana saja, setiap celah jari ini selalu terisi jarimu. Ah, sudahlah. Ini hanya sebuah jam. Jam tangan sederhana dengan energi sekuat baja yang sudah sering aku ajak menyelam dan bermain air. Tidak hanya ketika bermain air saja, jam tangan ini selalu aku ajak menikmati setiap udara yang aku hirup dengan semua cerita yang aku jalani dari hari ke hari ketika kamu sudah tidak bisa bercerita lagi denganku. Sudah aku bilang sebelumnya, ketika suatu saat aku menemukan jalan buntu, kadang aku harus memutar otak lagi untuk menemukan jalan keluar. Ah ya, mungkin jalan masuk adalah jalan keluar yang paling aman. Aku akan mengulang setiap detik cerita yang aku lalui denganmu, di setiap tempat yang pernah kita datangi, dulu. Aku akan memperlihatkan ulang ketika dunia ini masih sangat berwarna. Tidak kelabu seperti sekarang. Tidak juga ketika aku dalam keadaan terkapar dan hanya bisa mendengar tetesan-tetesan cairan infus ini jatuh dan rasa nyeri diujung-ujung arteri ketika bekas-bekas tusukan jarum suntik menghiasi beberapa lapis kulit tangan ini. Aku harus melepas jam tangan kesayangan ini untuk beberapa waktu. Rasanya seperti harus dijauhkan olehmu untuk yang kedua kalinya. Aku letakkan jam ini tepat disampingku berbaring sekarang. Biar dia saja yang melihatku dengan denyut nadi yang tidak beraturan menunggumu untuk kembali bercerita walaupun semua harapan sudah digantungkan tinggi-tinggi diatas kepala dan hanya akan menguap jika siang sudah datang. Yah berharap dan bermimpi memang beda tipis. Bahkan aku sudah enggan untuk punya mimpi lagi sekarang. Ketika yah, kamu dan semua orang yang mencela cerita kita mulai mengubah warna duniaku menjadi abu-abu dan usang lagi. 

The Only way that we can life, is if we grow. The oly way that we can grow is if we change. The ony way that we can change is if we learn. The only way we can learn is if we are exposed. And the only way that can become exposed is if we throw ourselves out into the open. Do it. Throw yourself. 
-C. Joybell C-

Thursday 21 February 2013

Kue Merah Yang Tak Pernah Datang

Jangan lagi berharap kue merah yang selalu kamu nikmati dengan lahap akan datang. Walaupun dengan penawaran dan diimpikan sedetikpun. Karena mungkin si empunya sudah tidak ada lagi rasa ingin bertemu dengan orang tidak berdaya sepertimu. Hanya bisa berbaring sendu menatap selang-selang penghubung cairan ke dalam tubuh seharian pasti saja membuat jengah. Jangan lagi berharap akan ada ucapan dan doa lekas sembuh dari sang pemberi kue, ketika dengan enggannya memberi kabar sedikitpun tidak dia berikan. Kasihan, selalu mendengar dan mempercayai setiap kata dari sang pemberi kue, walaupun kadang sudah bisa dipahami ini hanya sekedar harapan yang semu dan tidak ada ujungnya. Hanya semangat sebatas ujung kepala, hanya termotivasi untuk bernafas hingga hari ini. Ketika nadi ini kembali berdenyut normal, ketika itu juga aku harus merelakan apa yang sudah jadi kebiasaan ketika aku tidak berdaya seperti sekarang ini. Tanamkan dalam hati bahwa kue merah kesukaan tidak pernah datang lagi ...

Wednesday 20 February 2013

Tidak Takut Sendiri

Aku rasa aku sudah tidak takut lagi sendiri. Ini berkat kamu Sid. Kamu bilang aku sudah besar sekarang, tidak ada yang perlu aku takutkann lagi. Tidak gelap tidak juga petir yang seringkali membuat jantung tidak sejalan dan seirama. Tidak juga seekor cicak yang merayap dan menggeliat kesana kemari. Katamu aku sudah besar. Aku yakin kita berjalan di jalan masing-masing biar suatu saat kita saling tau kalo kita juga butuh pendamping,seperti yang dulu pernah kamu bilang ketika kita masih jalan berdampingan. 
Suatu saat pasti celah jari-jari ini terisi lagi, entah dengan jemarimu ataupun bukan. Yang jelas terimakasih karena sudah pernah dan mau menggenggamku dengan erat, Sid :)

Friday 15 February 2013

Membatu Mengeras dan Bersikeras

Memandang semuanya dengan satu warna memang tidak gampang, tapi memang ini yang aku lewati beberapa hari ini. Tidak cukup dengan meracuni badan dengan kepulan asap dan minuman berkarbonasi tinggi, semua yang ada di otak serasa terus bergemuruh. Menikam tajam setiap kenangan di segala tempat. Tidak cukup dengan sebuah rel kereta dan beberapa gerbongnya, tidak cukup dengan tas carrier hitam beserta peralatan perangnya, tidak cukup dengan sebuah foto dengan panorama pulau berpasir putih, tidak cukup dengan ingatan sunset cerah yang kita lewati dengan bersepeda, tidak cukup dengan menyelam ke dasar samudra dengan bergandengan tangan, tidak cukup dengan ikan kakap merah yang kita santap dengan lahap, tidak cukup dengan boneka kayu pinokio yang sangat aku suka, tidak cukup dengan berkeliling pulau kesukaan kita dengan memelukmu dari belakang, tidak cukup dengan kita berjalan, menyebrang dan saling menjaga di setiap lelap kita. Rasanya semua itu tidak cukup tuntas untuk dilewati. Rasanya frase-frase potongan cerita ini mulai membuat suatu gesekan trauma yang entah terlalu pahit untuk dikenang. Walaupun ketika Tuhan menawarkan untuk mengulangnya kembali, aku pasti segera mengangguk tanpa mau tau bagaimana rasa perihnya ketika tau semua cerita ini akan berakhir begitu saja. Tidak cukup dengan selalu memandangmu berlama-lama dan meyakinkan diri dengan selalu percaya dengan apa yang kamu rasa, aku sudah merelakan sisa-sisa perjuangan yang masih saja aku pegang hati-hati. Entah akan aku apakan suatu saat nanti. Ketika kamu akan benar-benar berjalan menjauh, ketika itu juga aku merasa semua cerita kita tidak cukup untuk diceritakan kembali. rasanya semua alur ini membatu mengeras dan bersikeras untuk dipahami ulang. Bagaimana tidak, ketika semuanya sudah berjuang dijalannya masing-masing, masih ada segenggam perasaan yang dilupakan, masih ada segelintir harapan yang tertinggal. 


Berhentilah untuk meracuni pikiran ini dengan semua kenangan yang kita perjuangkan, ketika dengan gampangnya kamu membangun sebuah cerita dengan alur yang berbeda dan sebuah peran yang tidak layak aku gantikan. Aku bukan apa-apa lagi disini. Bahkan hanya menjadi seorang penikmat cerita saja, mungkin tidak.

“Sometimes life is so complicated to keep promises.”
- Lee Monroe -


i promise to love you forever.
i guess forever means until you find someone better, Sid :)

Tuesday 12 February 2013

Tidak Perlu Melebur Beda

Sudah mati rasa otak ini. Sudah penuh dengan berton-ton muatan yang harus dipikirkan seminggu ini. Semua susah dipahami, dari sudut manapun. Aku keluar dari kebiasaan. Mulai dari packing liburan yang biasanya- seminggu sebelumnya sudah aku persiapkan dengan semangatnya, bahkan H-2 ini rasanya masih malas dengan setumpuk baju dan sebuah Carrier yang sudah selalu setia menemani meloncati pulau-pulau. Aku kehilangan sebuah alasan untuk mengembangkan senyum beberapa hari terakhir, mungkin sudah lama sebenarnya. tapi ini semua biar kita bisa berjalan bersama, tanpa kamu harus tau, kalo di salah satu sudut ini, aku begitu kesepian. Kita melewati liburan yang seharusnya menjadi menyenangkan ini, dengan sedikit hambar. Bukan kita atau mereka, tapi cukup aku saja. Kamu bukan lagi seperti seorang sahabat, partner setia dalam tawa ataupun duka. Kamu sudah memulai lagi membangun sebuah pagar biar aku tidak lagi bisa berlalu lalang di kehidupanmu. Entah apa sebabnya. Aku bakal mempertanyakan suatu saat nanti, sebuah kebenaran yang sebenar-benarnya.

02.10 wita - Minggu dini hari.
di sebuah Pulau di Timur Indonesia.
Aku kehilangan partner ceritaku. Aku rasa ini hanya sebuah mimpi buruk. Aku akan cepat-cepat tidur kalo begitu. Biar ketika aku bangun nanti, kamu masih menggenggamku dengan eratnya seperti biasa.

05.38 wita - masih di Minggu yang sama
dipinggir pantai berharap sebuah sunrise datang tepat waktu
 Masih dengan muka setengah berharap kalo tadi malam adalah mimpi, setengah berharap kalo ini hanyalah candaan yang luar biasa kelewat batas, aku mengumpulkan kerang-kerang cantik sambil menunggu matahari datang tepat waktu. Biar aku kena sengatan panasnya dan bangun dari mimpi buruk ini. matahari tertutup awan hitam dan aku bermimpi selamanya. 

03.05 wita - Senin dini hari.
menunggumu dan mulai (lagi) membenci tidur 
Berharap kamu kembali dengan cepat dari tempat ternyamanmu sekarang bersama mereka. Aku butuh kamu disini. Butuh bantuanmu untuk menghadapi hari-hari besok tanpa arah. Tapi kamu bilang kita bakalan baik-baik saja. Dan kamu janji akan menggenggam tanganku sampai liburan selesai. Dan aku mulai memaksakan sekuat tenaga yang tersisa untuk tersenyum. 

17.58 wib - Selasa sore sendu.
 Hujan diluar, kereta melaju melambat, tepat didepanku kamu tertidur pulas 
Aku mengetahui apa yang sebenarnya terjadi karena Tuhan memberiku kesempatan untuk mengerti dan mulai memahami keadaan ini, aku tau kalau kamu baik-baik saja. Dengan sebuah kenyamanan baru yang bakal kamu dapetin tidak lagi dengan sebuah perbedaan, dan pasti didukung penuh oleh lingkungan. Aku tau kamu baik-baik saja. Begitu pula Tuhan tau aku pasti baik-baik saja.


00.21 wib - Rabu dini hari.
Kita sama-sama jadi anak kecil. Menangis bersama. Aku tau kamu baik sekali dengan tidak membiarkanku menangis sendirian.
Aku mulai mengerti keadaan. Katamu aku sudah dewasa sekarang. Mulai pertama kali kita mulai cerita kita, mulai saat itu juga aku selalu percaya kamu. kamu bilang aku sudah dewasa sekarang, aku tau aku pasti lebih cepat bangkit daripada anak kecil manapun. Aku mulai menikmati aroma badanmu yang dulu setiap hari aku dapatkan untuk terakhir kalinya di posisi ternyaman ini. Hingga aku terlelap dan enggan untuk memikirkan keesokan harinya. 


Entah sekarang jam berapa dan dimana aku. Yang jelas, apapun didekatku sekarang hanya hitam dan putih yang melebur jadi satu. Bukan perbedaan kita yang melebur. Tapi warna cerita kita yang sudah mulai menjadi abu-abu. 
 
ik hou van je Sid.
sampe detik ini.

Monday 4 February 2013

Menimbun Sampah

Mungkin sekilas tampak bodoh dengan judul diatas. Sampah yang aku timbun bukan benar-benar sampah seperti yang kalian kira. Sampah yang Dia bilang ini merupakan harta karun yang benar-benar aku kumpulkan hingga sedetail mungkin. Barang dan kertas-kertas yang kamu bilang sampah ini aku pajang diatas komputer dan tidak pernah luput dari pandangan mata ketika aku akan bersiap tidur untuk memperjuangkan mimpi dan bangun keesokan harinya dangan sebuah harapan baru. Ini hanya berupa kertas-kertas struck tempat makan, tiket pertama kali nonton, setangkai bunga mawar yang sudah bewarna cokelat, sebuah bunga jalanan yang tampak sudah tidak berbentuk, tiket-tiket konser yang sering kita datangi dulu, kotak cake kesukaan kita yang pernah menjadi obat perdamaian, kotak cupcake yang dulu pernah kamu abaikan, tiket masuk pantai yang dulu pernah menjadi tempat kamu bertanya, apa aku masih mau bertahan dengan kondisi seperti ini apa mundur dengan bebas. sebuah kotak cake dengan harapan cepat sembuh ketika aku tidak berdaya ditempat tidur dengan kekuatan yang pas-pasan, catatan list barang bawaan ketika kita akan berlibur bersama dan mungkin masih banyak lagi sampah-sampah ini yang akan aku timbun mulai dari sekarang. Bukan karena aku sudah tidak punya banyak tempat untuk menggantungkan sampah-sampah ini di setiap sudut tembok yang masih bersih ini. Bukan berarti aku sudah menyekat ingatan-ingatan tentang memori kita dulu dan tidak mau menampilkannya kembali suatu saat nanti. Ini hanya masalah waktu. Mungkin suatu saat akan ada lagi sampah-sampah yang berdatangan, ketika semuanya sudah kembali normal. Bukan berarti aku tidak suka dengan ketidak-normalan belakangan ini. Aku menarik nafas panjang ketika aku menyiapkan sebuah kotak besar, dimana akan aku timbun sampah-sampah ini. Aku lihat lagi berkali-kali ketika dalam beberapa detik kemudian, benda pertama yang aku dapat adalah kertas dengan tulisan ' Be my lady '. Oke baiklah, ini baru yang pertama. Ini hanya sebuah kertas, tapi untuk memasukkan ke dalam kotak rasanya volume kertas bertambah berat melebihi anjing kesayanganku, lexa. Dengan hati yang susah payah, akhirnya benda pertama berhasil dipindah tempatkan. Giliran benda kedua, aku masih dengan degup jantung yang masih asal-asalan berdetak mengambil sebuah benda cokelat. Yah ini mawar pertama yang aku dapatkan. Aku memandanginya dengan perasaan bersalah. Aku tidak berhasil mempertahankan posisinya di dinding diatas komputerku ini sebagai pejangan penyemangatku setiap hari. Hingga detik ini, hingga ketikanku berjalan ini, aku masih saja sesekali memandangnya. Walaupun sudah bukan diatas komputer seperti biasa, ketika dia menemani aku mengahbiskan berjam-jam berbuat konyol, entah melihatku dengan perasaan sendu waktu menulis blog, ataupun memaki berbagai properti ketika akan bersiap bermain skype dengan berbagai teman. Aku yakin, perasaan kita sama. Walaupun cuma sebuah benda mati yang sudah layu dan bewarna cokelat, aku yakin dia sama bersalahnya denganku. Ketika dia tidak berhasil menemani lagi dengan hanya diam dan memandangku. Seperti biasa. Ketika akan mengambil benda yang ketiga untuk dimasukkan kedalam kotak, aku berubah pikiran. Air mata ini mengganggu saja. Membuat apa yang sudah aku siapkan dengan baik dari tadi pagi rusak dengan sepenggal foto yang tiba-tiba jatuh dengan sendirinya masuk ke dalam kotak. Yah, ini foto pertama kita, ketika dengan segala keberanianku mengajakmu berfoto berdua. Aku kembali mengeluarkan dua benda yang sudah terlebih dahulu masuk dalam kotak dan memasangnya kembali di dinding atas komputer tempat biasa mereka setia menemani beberapa bulan ini.

Cepatlah kembali normal, Sid 



Sunday 3 February 2013

Selalu Ada Pelangi Di Setiap Cerita


Ketika Badai Menerpa, 
beberapa saat sebelum terketikkan

Percayalah ketika badai menerpa, pelangi selalu akan muncul disetiap akhir cerita. Bertahanlah sebentar saja dan berpeganglah dengan apa saja yang bisa menahanmu dari terpaan badai. Jangan biarkan keadaan membuatmu kalah dan jadi pecundang. Membiarkan hati terkikis paksa secara berkala memang membuat jengah. Tapi disetiap sisi yang terluka akan tumbuh kulit baru yang lebih kebal. Di setiap hati yang terluka bakal ada guratan makna yang melapisi. Ketika semuanya terasa kelabu, berbicaralah pada alam semesta, barangkali mereka tahu, apa yang sebenarnya kamu rasa. Ketika tidak ada satu orang pun yang bisa menopangmu disaat kamu akan jatuh, cobalah mencari sebuah keyakinan yang paling sederhana. Sugesti diri sendiri dengan apa saja yang masih kamu miliki dengan sempurna. Membuat suatu harapan yang tinggi bukan berarti langsung bisa mengepakkan kedua sayap tanpa merentangkannya terlebih dahulu, berproseslah satu demi satu ketika semuanya sudah tersusun rapi. Jalan ini nggak sesempit pikiranmu. Ketika dadamu sudah terasa sesak penuh dengan hentakan-hentakan yang membabi buta, biarkanlah meluap dengan sendirinya. Ketika satu-dua tetes airmata ikut menemani, biarkan dia terjun bebas dan  jatuh dengan sempurna. Ketika semuanya sudah terasa kembali seperti sedia kala, mari mulai menggenggam lagi, mari saling mengkaitkan tangan pada bahu-bahu yang sudah bergetaran, mari mengisi kekosongan pada relung hati yang sudah terlalu lama ditinggalkan, mari mulai bercerita kembali. Mari kembali ke halaman pertama, ketika semuanya masih bersih dan tidak ada satu coretan tinta. Mari merajut kembali cita-cita dan harapan bersama. Ketika semuanya masih sederhana dan sempurna .. 

Herzliche Grüße,
Destika Anggun Soraya Nawawi

Thursday 10 January 2013

Serasa Tapi Beda

Ketika celah-celah tanganmu terisi dengan genggamanku, saat itu juga aku tau kalau perbedaan tidak ada ujungnya. Kita terlahir beda dengan satu harapan yang sama dan rasa yang serupa. Atas nama segala rasa, beri aku sedikit waktu untuk menyiapkan hati, ketika entah suatu saat nanti, kita akan melabuhkan hati pada suatu titik dimana hanya ada elegi dalam suatu harmoni. Biarkan kita meleburkan apa yang menjadi pembeda kita, Tuhan. Biarkan kita melebur menjadi satu. 

Destika Anggun 
Seorang yang menuntut Bhinneka Tunggal Ika benar-benar terwujud dikehidupan sehari-harinya. Dalam hal apapun.
Terutama tentang kamu dan Tuhannya

Benar sekali ketika apa yang diciptakan Tuhan tidak seharusnya dipisahkan oleh manusia. Termasuk dalam urusan keyakinan sekalipun. Merasakan ketidakadilan ataupun ujung yang terlihat abu-abu sudah menjadi makanan sehari-hari bagi kami penikmat beda yang Tuhan ciptakan. Mungkin ini hal yang belum kamu pikirkan, tapi ketika hanya aku yang merasa kalau ini bukan sekedar cerita hidup yang hanya lewat belaka, kalau ini bukan calon masa lalu yang nantinya hanya akan menjadi kenangan semata. Aku mulai tergerak untuk mencari jawaban atas apa yang membuat kita terlihat beda ini. Kita ini beda. Walaupun kita sama-sama mempunyai rasa yang serupa. Aku tidak akan menarikmu masuk dalam lingkar hidupku kalau itu hanya berasaskan atas nama pengorbanan. Semakin lama berjalan berdampingan, semakin sering kita berusaha menyempurnakan satu sama lain, semakin kuat rasa yang tersimpan dalam dada. Aku tidak akan bermain dengan harapan lagi kali ini. Karena untuk kali ini menebalkan harapan adalah mitos belaka. Mereka-reka keadaan kedepan membuat kita merasa memiliki dalam jangka waktu yang hanya kita yang tau walaupun sebenernya itu hanyalah sebuah elegi diri yang terlalu susah untuk direaksikan kembali. Kita terjebak dalam ilusi dan imajinasi, ketika apa yang kita mau selalu terpenuhi. kita tidak berusaha melihat secara nyata apa yang ada didepan mata. Karena perasaan terbatas kata-kata. Ketika sebuah perasaan ini terhalang oleh semua batas yang ada, ketika hanya ada satu dua patah kata yang bisa aku keluarkan untuk mendeskripsikan bagaimana ketakutanku kali ini menghadapi sebuah rasa yang sama tapi dalam beda yang nyata. Mengharapkan yang sederhana ternyata membutuhkan tenaga yang ekstra. Kembali lagi, harapan itu hanya mitos belaka. Intinya yang bisa sama-sama saling memahami yang akan terus jalan berdampingan. Dalam satu penyebutan kata Tuhan, yang berbeda bentuk, aku yakin Tuhan yang kita maksud adalah sama dan serupa. Tuhan yang memberikan aku dan kamu waktu yang tepat untuk merasakan perbedaan ini dengan rasa yang sama. Karena Tuhan tau, aku dan kamu hanya bisa sempurna ketika kita saling menggenggam apa yang kita sebut masa depan. Entah masa depanmu ataupun masa depanku. Jangan buang-buang waktu. Atas nama segala perbedaan, Aku dan kamu pasti bersatu.---- ini harapanku. 
Sekali lagi, Harapan hanya mitos belaka. 

Hey Sid, ayo bersama meleburkan perbedaan, ayo bersama memahami keadaan : ( :