Sunday 10 March 2013

Membakar Kecewa

Hari ini sudah aku lalui seharian dengan perasaan yang campur aduk. Masih dengan rasa kehilangan yang sama. Sebulan tepat ketika kehilangan demi kehilangan terjadi. Ini seperti rentetan mimpi buruk yang sudah lama sekali aku alami. Ingin rasanya terhentak bangun dan menjalani kebahagiaan sebagaimana mestinya. Tapi aku masih dalam mimpi burukku, dan tidak akan pernah terbangun. Ketika hari ini, lagi, kamu tidak melihat ketika aku berusaha menyusun ulang keceriaanku, kamu melontarkan kata-kata yang membuat jantung ini berdetak tidak normal. Kecewa karena ditekan dengan segenap ucapan yang parau, kamu sama sekali tidak melihat bagaimana sakitnya teinjak-injak hampir sebulan lamanya.  Membangun semua yang sudah jatuh didasar jurang, mengumpulkan puing-puing hasil kekecewaan yang sudah lalu, mematrinya kembali diruang-ruang kosong yang masih ada. Lantas dari mana datangnya bahagia nanti ? Jika sebuah kekecewaan paling dasar menunggu diujung cerita. Semua yang sudah terbangun dengan perjuangan-perjuangan matang dan tidak peduli gertakan, semua seakan terkikis habis tidak bersisa. Kamu yang membuat ini terjadi. Kamu memaksa aku mengikis semuanya hingga hampir pada lapisan terakhir perasaan ini. Aku berusaha membakar kecewa ini, menyudutkan semua kenangan-kenangan ke dalam tempat paling jauh di relung hati dan memyimpannya rapat-rapat. Agar kamu tau, di suatu tempat didalam hati ini masih ada sepenggal cerita yang dulu aku elu-elukan, dimana sebuah cerita yang sangat aku bangga-banggakan ini bersemayam. Agar kamu tau, aku masih saja dengan -flashback cerita-cerita kita setiap hari yang dulu kita lalui bersama, masih selalu berputar di ingatan hingga otak ini memanas dengan sendirinya. Mungkin tulisan ini bakalan jadi penutup semua cerita kita. Sudah habis harapan ini terkikis dengan sendirinya. Sudah lama sekali aku tidak merasakan kenyamanan saat masih bersamamu. Seperti perasaanmu yang menguap dengan sendirinya, cerita kita ini hanya akan jadi cerita usang yang hanya aku saja yang selalu ingat detail-detail perjuangan kita. Hanya aku saja yang merasakan betapa amannya genggamanmu, betapa hangatnya ketika kamu memelukku, betapa indahnya sebuah kecupan di kening. Yah, sebuah cerita sederhana yang hanya akan menjadi kisah klasik yang tidak tersentuh. Sepertinya sudah saatnya menutup penggalan-penggalan perasaan ini, yang sudah aku himpun jadi satu dalam sebuah panorama tanpa batas dalam sebuah media yang hanya bisa dinikmati para pecinta tulisan seadanya. Aku hanya melebur menjadi satu dalam sisa-sisa harapan yang sudah tidak bisa lagi dibangun untuk sebuah narasi dongeng sekalipun. Tapi aku masih terus mencari cara bagaimana menunjukkan pada dunia, ketika disebuah masa, di masalalu ada aku kamu dan anjing kecil kita, yang dulu selalu merasakan tawa dan melepaskan duka bersama. Hanya itu saja. Sebuah kebahagiaan  sederhana yang mengubah dunia yang terlihat abu-abu ini menjadi semakin berwarna biru. Mengalahkan birunya senja yang pernah aku buat sebelumnya. Buat -kamu dimana saja, ketika membaca tulisan terakhir ini, tolong ingatkan pada dunia, ketika suatu masa terdahulu ada seseorang disampingmu yang telah berjuang untuk mengukir namanya, disetiap ceritamu yang akan kamu ceritakan entah kepada siapapun di dunia yang keras ini. Sampai berjumpa di lain cerita, Sid. Untuk terakhir kalinya, setelah menarik nafas panjang, terimakasih sudah melukiskan sebuah cerita yang layak untuk disimpan di sebuah sudut yang terdalam. 
I love you.

No comments:

Post a Comment